Siti Achadijah, Ir., MS; " />
Detail Cantuman Kembali

XML

Rekayasa Gaya Pengapungan Bubuk Kakao untuk Memperbaiki Sebaran dan Rasa Cokelat dalam Minuman


Kakao merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang mampu meningkatkan perekonomian nasional disamping juga mampu menyediakan banyak. lapangan kerja serta sebagai salah satu sumber pendapatan dan devisa negara. Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun waktu dua dasa warsa akhir ini. Sampai pada tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia mencapai luas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar dikelola sebagai perkebunan rakyat (87%), sebagian kecil dikelola sebagai perkebunan besar milik negara (6%) dan sisanya sebagai perkebunan besar swasta (7%). Sampai saat ini Indonesia merupakan terbesar ketiga sebagai Negara produsen kakao setelah Pantai Gading dan Ghana (Neilson, J. 2008.). Pada beberapa tahun terakhir ini ekspor biji kakao dari Indonesia menunjukkan peningkatan cukup besar. Walaupun pada saat ini dalam negeri sudah banyak tersedia industri pengolahan biji kakao, namun sebagian besar biji kakao Indonesia masih diekspor ke Negara lain sebagai biji kakao kering atau menjadi produk setengah jadi. Industri pengolahan kakao di Indonesia diprediksi tumbuh berkembang dimasa depan. Kapasitas industri kakao di dalam negeri dalam tahuan 2010 telah mencapai 180 ribu ton dan dalam waktu singkat diperkirakan akan naik menjadi 280 ribu ton. Pada tahun 2011 beberapa pabrik pengolahan kakao dikembangkan dan akan bertambah menjadi 16 pabrik. Diperkirakan ada tujuh investor asing yang akan masuk, Konsumsi kakao akhir akhir ini sering dikaitkan dengan kesehatan bagi konsumen. Kandungan flavanol pada kakao dipercaya mempunyai dampak kesehatan untuk tubuh manusia. Hasil kajian di Panama menunjukkan bahwa penduduk yang tidak mengkonsumsi kakao kaya dengan kandungan flavanol resiko sakit jantung 12,8 kali dan resiko terkena kanker 6,7 kali lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi kakao (Norman Hollenberg, MD, PhD, Harvard Medical School). Konsumsi Indonesia sampai saat ini masih kurang dari 70 gram/jiwa/tahun dan tergolong rendah di kelompok Negara Asia. Negara Eropa rata rata lebih dari 6800 gram/jiwa/tahun (Sumber: International Cocoa Organization, May 1998). Pengembangan industri makanan berbasis cokelat banyak peluang untuk dikembangkan. Indonesia kaya akan ragam makanan tradisional yang dapat diperkaya citra-rasanya dengan kombinasi rasa cokelat. Pengembangan makanan citra cokelat dengan sendirinya akan menaikkan konsumsi kakao dalam negeri. Peningkatan konsumsi kakao Indonesia sebesar 10 gram/jiwa/tahun (setara dengan satu sendok makan bubuk kakao) akan mengkonsumsi setara dengan 2000 ton biji kakao kering, jauh melebihi produksi dalam negeri yang ada. Upaya peningkatan produksi dan perbaikan mutu perlu disertai dengan peningkatan konsumsi cokelat dalam negeri. Konsumsi kakao/cokelat dalam negeri selain meningkatkan kesehatan penduduk juga akan meningkatkan “pasar” bagi kakao Indonesia. Peningkatan konsumsi kakao dalam negeri perlu disertai dengan peningkatan industri makanan atau minuman berbasis kakao (Motto: more chocolate in more Indonesian foods for more people). Salah satu upaya peningkatan konsumsi kakao adalah dengan mengembangkan kebiasaan minum minuman terbuat dari bubuk kakao. Saat ini sudah banyak penduduk terbiasa minum teh atau kopi. Dalam hal ini bubuk kakao bisa digunakan sebagai tambahan rasa nikmat minuman teh atau kopi. Namun salah satu kelemahan minuman dengan bubuk kakao adalah bubuk kakao mudah mengendap sehingga mengurangi rasa cokela
LOADING LIST...
NONE
Text
Indonesia
LPPM Instiper
2015
LPPM: Lap. Penelitian
LOADING LIST...